Kamis, 20 Februari 2014

Bersiap adiwiyata mandiri SMA Negeri 1 Gondanglegi kunjungi SMKN 1 Pasuruan



Dalam rangka untuk menyongsong adiwiyata mandiri 2014, Tim Adiwiyata smanggi berkunjung ke SMKN 1 Pasuruan yang telah meraih Sekolah Adiwiyata Mandiri 2013. Rombongan yang terdiri dari tim adiwiyata smanggi ditambah waka tersebut berangkat pukul 07.00 WIB dan tiba di SMKN 1 Pasuruan pukul 09.45 WIB, tepatnya pada hari kamis tanggal 30 Januari 2014. Rombongan disambut oleh Kepala Sekolah dan tim adiwiyata SMKN 1 Pasuruan dengan sangat ramah dan bersahabat.

Suasana adiwiyata mulai kami rasakan sejak kali pertama kaki melangkah turun dari mobil menuju halaman sekolah, hawa sejuk kami hirup di tengah panasnya kota pasuruan , apalagi sambutan dari seluruh civitas akademik yang begitu hangat menambah nyaman kami berada dilokasi. Sekolah yang mempunyai rombel 60 kelas, 140 guru dan 43 karyawan tersebut memang layak menjadi sekolah adiwiyata mandiri. Banyak hal yang kami peroleh dari kunjungan tersebut, mulai dari kelengkapan dokumen yang ditunjukkan kepada kami, yang membuat kami mengernyitkan kening karena begitu tebal dan rapinya dokumen yang disiapkan dan seakan-akan sulit untuk ditiru. Hampir semua kelengkapan adiwiyata telah mereka lakukan, mulai dari pengolahan sampah, pengumpulan sampah, pengolahan limbah air dan sebagainya, namun yang paling nampak adalah perubahan perilaku siswa yang begitu tampak, sekolah dengan jumlah siswa kurang lebih 2100 siswa tersebut tampak lengang di halaman sekolah saat KBM sedang berlangsung.

Setelah kurang lebih 2,5 jam kami berbincang tentang seputar adiwiyata, akhirnya kami pamit untuk melanjutkan perjalanan menuju Bakti Alam untuk melihat berbagai jenis tanaman buah yang ada di sana dan belajar bagaimana cara merawat tanaman tersebut.

Sejuta asa kami bangkitkan untuk melakukan hal terbaik di smanggi setelah melakukan kunjungan tersebut, berbagai angan dan mimpi akan kami upayakan untuk dapat terwujud dalam alam nyata di bumi smanggi tercinta, semoga Allah memberikan kekuatan kepada kami untuk nemberikan yang terbaik kepada almamater tersayang.


                                                                                                 Gondanglegi, 1 Februari 2014
                                                                                                                              
Tim Adiwiyata Smanggi

Sabtu, 01 Februari 2014

LANDASAN FILSAFAT BAGI PENDIDIKAN



BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang
Terdapat banyak alasan untuk mempelajari landasan filsafat bagi pendidikan, khususnya apabila ada pertanyaan rasional yang seyogyanya tidak dapat dijawab oleh ilmu atau cabang ilmu-ilmu pendidikan. Pakar dan praktisi pendidikan memandang filsafat yang membahas konsep dan praktik pendidikan secara komprehensif sebagai bagian yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan pendidikan. Terlebih lagi, di tengah arus globalisasi dan modernisasi yang melaju sangat pesat, pendidikan harus diberi inovasi agar dapat berkembang dan memiliki arah tujuan yang jelas. Konstruksi filosofis diperlukan untuk  melandasi teori dan praktek pendidikan agar tercapai keberhasilan substantif.
Masalah pendidikan dalam kehidupan manusia merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Hubungan keduanya ibarat jiwa dan tubuh manusia. Jiwa berpotensi menggerakkan tubuh dan kehidupan manusia digerakkan oleh pendidikan menuju tujuan hidup yang didambakan. Tanpa pendidikan, manusia kehilangan ruh penggerak kehidupannya. Dengan kata lain, hidup dan tujuan hidup dapat diraih jika pendidikan benar-benar ”hidup”. Untuk menjawab berbagai masalah yang timbul dalam hidup dan kehidupan manusia yang termasuk di dalamnya adalah pendidikan, maka manusia membutuhkan filsafat sebagai landasan pendidikan.
Kedudukan filsafat dalam pendidikan merupakan fondasi yang tidak dapat diganti oleh dasar lainnya dan sebagai landasan filosofis yang menjiwai seluruh kebijakan dan pelaksa­naan pendidikan. Filsafat merupakan pandangan hidup yang menentukan arah dan tujuan proses pendidikan, karena itu filsafat dan pendi­dikan mempunyai hubungan yang sangat erat. Pendidikan itu pada hakikatnya adalah proses pewarisan nilai-nilai filsa­fat yang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kehidupan yang lebih baik dari keadaan yang sebelumnya.
Filsafat dan pendidikan, keduanya merupakan semacam usaha yang sama. Berfilsafat ialah mencari nilai-nilai ide (cita-cita) yang lebih baik, sedangkan pendidikan menyatakan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan pribadi manusia. Pendidik­an bertindak mencari arah yang terbaik, sedangkan filsafat dapat memberi latihan yang pada dasarnya diberikan kepada anak. Hal ini bertujuan untuk membina manusia dalam membangun nilai-nilai yang kritis dalam watak mereka. Dengan jalan ini, mereka mempunyai cita-cita hidup yang tinggi dengan berubah­nya filsafat yang tertanam dalam diri mereka. Dengan demikian, filsafat sebagai landasan pendidikan adalah landasan mencari kesatuan pandangan untuk memecahkan berbagai problem dalam lapangan pendidikan.

1.2 Rumusan Masalah
            Dari uraian diatas, pokok bahasan pada makalah ini dapat dirumuskan sebagai  berikut:
     1.2.1. Apakah pengertian filsafat dan pendidikan?
     1.2.2. Bagaimanakah hubungan filsafat dengan pendidikan?
     1.2.3. Bagaimanakah pandangan filsafat pendidikan terhadap pendidikan?
     1.2.4. Apakah  landasan Pendidikan Nasional di Indonesia?
     1.2.5. Bagaimanakah  perwujudan Pancasila sebagai filsafat pendidikan nasional?
     1.2.6. Bagaimanakah hubungan Pancasila dengan sistem pendidikan ditinjau dari filsafat pendidikan

1.3. Tujuan Penulisan
 Berdasarkan fokus permasalahan di atas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah:
1.3.1     Mendeskripsikan pengertian filsafat dan pendidikan
1.3.2     Mendeskripsikan hubungan filsafat dengan pendidikan
1.3.3     Mendeskripsikan  pandangan filsafat terhadap pendidikan
1.3.4     Mendeskripsikan  landasan Pendidikan Nasional di  Indonesia.
1.3.5     Mendeskripsikan  perwujudan Pancasila sebagai filsafat pendidikan nasional
1.3.6     Mendeskripsikan  hubungan Pancasila dengan sistem pendidikan ditinjau dari filsafat pendidikan

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Filsafat dan Pendidikan
2.1.1. Pengertian Filsafat
Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani. Kata ini berasal dari kata philosophia yang berarti cinta pengetahuan. Terdiri dari kata philos yang berarti cinta, senang dan suka, serta kata sophia berarti pengetahuan, hikmah, dan kebijaksanaan (Maksum,1986:7). Hasan Shadily (1984:9) mengatakan bahwa filsafat menurut asal katanya adalah cinta akan kebenaran. Dengan demikian, dapat ditarik pengertian bahwa filsafat adalah cinta pada ilmu pengetahuan atau kebenaran, suka kepada hikmah dan kebijak­sanaan. Jadi, orang yang berfilsafat adalah orang yang mencintai kebenaran, berilmu pengetahuan, ahli hikmah dan bijaksana.
Dalam pengertian yang lebih luas, Harold Titus (dalam Jalaluddin & Abdullah, 2011: 1)  mengemu­kakan pengertian filsafat sebagai berikut:
1.   Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara kritis.
2.   Filsafat ialah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang sangat kita junjung tinggi.
3.   Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keselu­ruhan.
4.   Filsafat ialah analisis logis dari bahasan dan penjelasan tentang arti konsep.
5.   Filsafat ialah sekumpulan problema-problema yang langsung mendapat perhatian manusia dan dicarikan jawabannya oleh ahli filsafat
Filsafat adalah  pandangan yang menyeluruh dan sistematis. Menyeluruh, karena filsafat bukan hanya pengetahuan, melainkan juga suatu pandangan yang dapat menembus sampai di balik pengetahuan itu sendiri. Dengan pandangan yang lebih terbuka ini, hubungan dan pertalian antara semua unsur yang mengarahkan perhatian dan kedalaman mengenai kebajikan dimungkinkan untuk dapat ditemukan. Sistematis, karena filsafat menggunakan berpikir secara sadar, teliti, dan terarur sesuai dengan hukum-hukum yang ada (Imam Barnadib,1994:11-12). Pemikiran yang ingin dicapai oleh filsafat ialah kebenar­an yang bersifat hakiki, hingga nilai kebenaran tersebut dapat dijadikan pandangan hidup manusia.
Muhammad Noor Syam (1986:20) menjelaskan, filsafat adalah suatu lapangan pemikir­an dan penyelidikan manusia yang amat luas (komprehensif). Filsafat menjangkau semua persoalan dalam daya kemampu­an pikiran manusia dengan mencoba mengerti, menganalisis, rnenilai, dan menyimpulkan semua persoalan-persoalan secara mendalam. Meskipun kesimpulan-kesimpulan filsafat bersi­rat hakiki, tetap saja ia masih relatif dan subjektif. Kedua sifat terakhir ini merupakan sifat-sifat alamiah (kodrati) pada subjek -yang melakukan aktivitas filsafat itu sendiri, yaitu manusia. Manusia dalam proses perkembangan baik jasmani dan ruhani cenderung memiliki watak subjektivitas, karena itu kesimpulan-­kesimpulan yang dilahirkan pun subjektif. Dengan demikian, kebenaran filsafat adalah kebenaran yang relatif. Artinya, kebenaran itu sendiri selalu mengalami perkem­bangan sesuai dengan perubahan zaman dan peradaban manusia. Bagaimanapun, penilaian tentang suatu kebenaran yang diang­gap benar itu masih tergantung pada ruang dan waktu. Apa yang dianggap benar oleh masyarakat atau bangsa lain, belum tentu akan dinilai sebagai suatu kebenaran oleh masyarakat atau bangsa lain. Sebaliknya, sesuatu yang dianggap benar oleh suatu masyarakat atau bangsa dalam suatu zaman, akan berbeda pada zaman berikutnya.
Dari uraian di atas dapat diambil suatu pengertian bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan komprehensif yang berusaha memahami persoalan-persoalan yang timbul di dalam keselu­ruhan ruang lingkup pengalaman manusia. Dengan demikian, diharapkan agar manusia dapat mengerti dan memiliki pandang­an yang menyeluruh dan sistematis mengenai alam semesta dan tempat manusia di dalamnya.

2.1.2.  Pengertian Pendidikan
Hampir setiap orang pernah mengalami pendidikan, tetapi tidak setiap orang mengerti makna kata pendidikan. Menurut Purwanto (dalam Sukardjo, M, 2010:7) untuk memahami pendidikan ada dua istilah yang dapat mengarahkan pada pemahaman hakikat pendidikan, yakni kata paedagogoie dan paedagogiek. Paedagogie bermakna pendidikan, sedangakan paedagogiek berarti ilmu pendidikan. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan apabila pedagogik (pedagogics) atau ilmu mendidik adalah ilmu atau teori yang sistematis tentang pendidikan yang sebenarnya bagi anak atau untuk anak sampai ia mencapai kedewasaan, pendapat Rasyidin (dalam Sukarjo,M, 2010:7)
Pendidikan merupakan bimbingan secara sadar dari pendidik terhadap perkembangan jasmani dan ruhani anak-didik menuju terbentuknya manusia yang memiliki kepribadian yang utama dan ideal. Yang dimak­sud kepribadian yang utama atau ideal adalah kepribadian yang memiliki kesadaran moral dan sikap mental secara teguh dan sungguh-sungguh memegang dan melaksanakan ajaran atau prinsip-prinsip nilai (filsafat) yang menjadi pandangan hidup secara individu, masyarakat maupun filsafat bangsa dan negara.
Proses pendidikan adalah proses perkembangan yang bertujuan. Dan tujuan dari proses perkembangan itu secara alamiah ialah kedewa­saan, kematangan dari kepribadian manusia. Dengan demikian, jelaslah bahwa pengertian pendidikan itu erat kaitannya dengan masalah yang dihadapi dalam kehidupan manusia. Pendidikan diartikan sebagai suatu proses usaha dari manusia dewasa yang telah sadar akan kemanusiaannya dalam membimbing, melatih, mengajar dan menanamkan nilai-nilai dan dasar-dasar pandangan hidup kepada generasi muda, agar nantinya menjadi manusia yang sadar dan bertanggung jawab akan tugas-tugas hidupnya sebagai manusia, sesuai dengan sifat hakiki dan ciri-ciri kemanusiaannya. Dengan kata lain, proses pendidikan merupakan rangkaian usaha membimbing, mengarahkan potensi hidup manusia yang berupa kemampuan dasar dan kehidupan pribadinya sebagai makhluk individu dan makhluk sosial serta dalam hubungannya dengan alam sekita­mya agar menjadi pribadi yang bertanggung jawab.

2.2. Hubungan Filsafat dengan Pendidikan
Filsafat, jika dilihat dari fungsinya secara praktis, adalah sebagai sarana bagi manusia untuk dapat memecahkan berba­gai problematika kehidupan yang dihadapinya, termasuk dalam problematika di bidang pendidikan. Oleh karena itu, apabila dihubungkan dengan persoalan pendidikan secara luas, dapat disimpulkan bahwa filsafat merupakan arah dan pedoman atau pijakan dasar bagi tercapainya pelaksanaan dan tujuan pendidik­an. Jadi, filsafat pendidikan adalah ilmu yang pada hakikatnya merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam bidang pendidikan yang merupakan penerapan analisis filosofis dalam lapangan pendidikan.
Keberadaan filsafat dalam ilmu pendidikan, bukan merupakan insidental. Artinya, filsafat itu merupakan teori umum dari pendidikan, landasan dari semua pemikiran mengenai pendidikan. Filsafat mengajukan pertanyaan-perta­nyaan dan menyelidiki aspek-aspek realita dan pengalaman yang banyak didapatkan dalam bidang pendidikan. Dengan melihat tugas dan fungsinya, maka pendidikan harus dapat menyerap, mengolah, menganalis, dan menjabarkan aspirasi dan ideali­tas masyarakat itu dalam jiwa generasi penerusnya. Untuk itu, pendidikan diharapkan bisa menggali dan memahami melalui pemikiran filosofis secara menyeluruh. Oleh karena itu, filsafat merupakan teori umum, sebagai landasan dari semua pemikiran umum mengenai pendi­dikan.
Hubungan antara filsafat dan filsafat pendidikan menjadi sangat penting sekali, sebab ia menjadi dasar, arah, dan pedoman suatu sistem pendidikan. Filsafat pendidikan adalah aktivitas pemikiran teratur yang menjadikan filsafat sebagai medianya untuk menyusun proses pendidikan, menyelaraskan, menghar­moniskan dan menerangkan nilai-nilai dan tujuan yang ingin dicapai. Jadi, terdapat kesatuan yang utuh antara filsafat, filsafat pendidikan, dan pengalaman manusia.
Kilpatrik (dalam Muhammad Noor Syam,1986:43) mengatakan, berfilsafat dan mendidik adalah dua fase dalam satu usaha; berfilsafat ialah memikirkan dan memper­timbangkan nilai-nilai dan cita-cita yang lebih baik, sedangkan mendidik ialah usaha merealisasikan nilai-nilai dan cita-cita itu dalam kehidupan, dalam kepribadian manusia. Mendidik ialah mewujudkan nilai-nilai yang dapat disumbangkan filsa­fat, dimulai dengan generasi muda, untuk membimbing rakyat, membina nilai-nilai dan kepribadian mereka, demi menemu­kan cita-cita tertinggi suatu filsafat dan melembagakannya dalam kehidupan mereka.
Tujuan pendidikan adalah tujuan filsafat, yaitu untuk membimbing kearah kebijaksanaan. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pendidikan adalah realisasi dari ide-ide filsafat. Filsafat memberi asas kepastian bagi peranan pendidikan sebagai wadah pembi­naan manusia yang telah melahirkan ilmu pendidikan, lembaga pendidikan dan aktivitas pendidikan. Jadi, filsafat pendidikan merupakan jiwa dan pedoman dasar pendidikan.
Dari uraian di atas, diperoleh hubungan fungsional antara filsafat dan teori pendidikan berikut:
1. Filsafat, dalam arti filosofis, merupakan satu cara pendekatan yang dipakai dalam memecahkan problematika pendidikan menyusun teori-teori pendidikan oleh para ahli.
2. Filsafat, berfungsi memberi arah bagi teori pendidikan yang telah ada  menurut  aliran filsafat tertentu yang memiliki relevansi dengan kehidupan yang nyata.
3. Filsafat, dalam hat ini filsafat pendidikan, mempunyai fungsi untuk  memberikan petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori pendidikan menjadi ilmu pendidikan (pedagogik).

Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa antara filsafat pendidikan dan pendidikan terdapat suatu hubung­an yang erat sekali dan tak terpisahkan. Filsafat pendidikan mempunyai peranan yang amat penting dalam sistem pendi­dikan karena filsafat merupakan pemberi arah dan pedoman dasar bagi usaha-usaha perbaikan, meningkatkan kemajuan dan landasan kokoh bagi tegaknya sistem pendidikan.
Sedangkan beberapa aliran filsafat yang kita kenal sampai saat ini adalah Idealisme, Realisme, Perenialisme, Esensialisme, Pragmatisme dan Progresivisme dan Ekstensialisme
1.     ­Esensialisme
Esensialisme adalah mashab pendidikan yang mengutamakan pelajaran teoretik (liberal arts) atau bahan ajar esensial.
2.     Perenialisme
Perensialisme adalah aliran pendidikan yang megutamakan bahan ajaran konstan (perenial) yakni kebenaran, keindahan, cinta kepada kebaikan universal.
3.     Pragmatisme dan Progresifme
Prakmatisme adalah aliran filsafat yang memandang segala sesuatu dari nilai kegunaan praktis, di bidang pendidikan, aliran ini melahirkan progresivisme yang menentang pendidikan tradisional.
4.     Rekonstruksionisme
Rekonstruksionisme adalah mazhab filsafat pendidikan yang menempatkan sekolah/lembaga pendidikan sebagai pelopor perubahan masyarakat.

2.3. Pandangan Filsafat terhadap Pendidikan
Filsafat sebagai ilmu untuk memahami semua hal yang timbul dalam hidup manusia, maka diharapkan manusia dapat mengerti dan mempunyai pandang­an menyeluruh dan sistematis mengenai filsafat bahwa manusia merupakan satu kesatuan dari dunia. Oleh karena itu, filsafat sering juga disamakan dengan pandangan dunia.
Pandangan dunia adalah suatu konsep yang menyeluruh tentang alam semesta, manusia masyarakat umum, nilai dan norma yang mengatur sikap dan perbuatan manusia dalam hubungan dengan dirinya sendiri, sesama manusia, masyarakat dan alam sekitarnya serta dengan penciptanya. Karena manusia merupakan bagian dari dunia, maka ia akan berusaha untuk lebih memperbaiki dirinya sendiri sehing­ga dengan perubahan itu manusia menjadi mantap dan stabil dalam kehidupannya.
Filsafat menjadikan manusia berkembang dan mempunyai pandangan hidup yang menyeluruh dan sistematis. Pandang­an itu kemudian dituangkan dalam sistem pendidikan, untuk mengarahkan rujuan pendidikan. Penuangan pemikiran ini dimuatkan dalam bentuk kurikulum. Dengan kurikulum, sistem pengajaran dapat terarah, selain dapat mempermudah para pendi­dik dalam menyusun pengajaran yang akan diberikan kepada peserta didik.
Filsafat tidak dapat dipisahkan dengan pendidikan, sebab filsafat itu merupakan jiwa bagi pendidikan. Dan untuk merealisasikan pandangan filsafat tentang pendidikan, ada beberapa unsur yang dapat dijadikan tonggak untuk pengembangan pendidikan lebih lanjut, meliputi (1) dasar dan tujuan pendidikan, (2) pendidikan dan peserta didik, (3) kurikulum, dan (4) sistem pendidikan.
1. Dasar dan tujuan
Dasar pendidikan merupakan suatu asas untuk mengem­bangkan bidang pendidikan dan pembinaan kepribadian, karena pendidikan memerlukan landasan kerja untuk membe­ri arah bagi programnya. Di samping itu, asas tersebut juga bisa berfungsi sebagai sumber peraturan yang akan digunakan sebagai pegangan hidup dan pegangan langkah pelaksanaan.
Secara umum, tujuan pendidikan dapat dikatakan dapat membawa anak ke arah tingkat kedewasaan. Artinya, membawa anak didik agar dapat mandiri dalam hidupnya di tengah-tengah masyarakat. Disamping itu, tujuan pendidikan juga dapat memeng­aruhi strategi pemilihan teknik penyajian pendidikan yang dipergunakan untuk memberikan pengalaman belajar kepada anak didik dalam mencapai tujuan pendidikan yang sudah dirumuskan. Sedangkan tujuan pendidikan yang lain adalah perubahan yang diusahakan untuk mencapaitujuan pendidik­an pada tingkah laku individu maupun pada kehidupan pribadi, baik kehidupan bermasyarakat, dan kehidupan sosial di tengah-tengah masyarakat.
Jadi, dasar dan tujuan pendidikan adalah suatu aktivitas untuk mengem­bangkan bidang pendidikan menuju terbinanya kepribadian yang tinggi sesuai dengan dasar persiapan pendidikan. Setiap perbuatan pendidikan ini merupakan bagian dari suatu proses menuju suatu tujuan yang telah diharapkan dan ditentukan oleh masyarakat.

2. Pendidik dan peserta didik
Pendidik adalah individu yang mampu melaksanakan tindakan mendidik dalam satu situasi pendidikan untuk menca­pai tujuan pendidikan (Yusuf,1982:53). Individu yang mampu itu adalah orang dewasa yang bertanggung jawab, sehat jasma­ni dan ruhani, mampu berdiri sendiri dan mampu menanggung risiko dari segala perbuatannya.
Kesediaan dan kerelaan untuk menerima tanggung jawab itulah yang pertama dan utarna dituntut dari seorang pendidik. Tanpa pendidik, tujuan pendidikan manapun yang telah dirumuskan tidak akan dicapai oleh anak didik.
Peserta didik adalah anak yang sedang tumbuh dan berkem­bang, baik ditinjau dari segi fisik maupun dari segi perkembarigan mental. Setiap kegiatan pendidikan sudah pasti memerlukan unmu anak didik sebagai sasaran dari kegiatan tersebut. Yang dimaksud anak didik di sini adalah anak yang belum dewasa yang memer­lukan bimbingan dan pertolongan dari orang lain yang sudah dewasa dalam melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Tuhan, sebagai warga negara, sebagai anggota masyarakat, dan sebagai individu.

3. Kurikulum
              Kurikulum merupakan faktor yang sangat penting dalam proses pendidikan dalam suatu lemba­ga kependidikan. Segala hal yang harus diketahui, diresapi dan dihayati oleh anak didik haruslah ditetapkan dalam kurikulum. Dan, segala hal yang harus diajarkan oleh pendidik pada anak didiknya pun haruslah dijabarkan dalam kurikulum. Kurikulum tersebut menggambarkan secara jelas bagaimana dan apa saja yang harus dilakukan pendidik dan anak didik dalam proses belajar mengajar. Jadi, kurikulum itu menggambarkan kegiatan belajar mengajar dalam suatu lembaga pendidikan.
Hubungan antara tujuan pendidikan dan kurikulum adalah hubungan antara tujuan dan isi pendidikan. Sebagai isi dan jalan untuk mencapai tujuan pendidikan, maka kurikulum menyang­kut masalah-masalah nilai, ilmu, teori, skill, praktik, pembinaan mental, dan sebagainya. Ini berarti, bahwa kurikulum itu harus mengandung isi pengalaman yang kaya demi realisasi tujuan. Dengan kata lain, kurikulum harus kaya dengan pengalaman­pengalaman yang bersifat membina kepribadian. Jadi, hubungan kurikulum dengan pandangan filsafat terutama tampak pada bentuk-bentuk kurikulum yang dilaksanakan. Satu asas filosofi itu menjadi latar belakang pendidikan itu berupa nilai demokrasi misalnya, maka prinsip kebebasan, prinsip berpikir, dan individualistis akan selalu diutamakan.

4. Sistem pendidikan
Pendidikan merupakan usaha yang sengaja dan terencana untuk membantu perkembangan potensi dan kemampuan anak agar bermanfaat bagi kepentingan hidupnya sebagai seorang individu dan sebagai warga negara/masyarakat, dengan memilih materi, strategi kegiatan, dan teknik penilaian yang sesuai.
Dalam sejarah pendidikan dapat dijumpai berbagai pandangan atau teori mengenai bagaimana perkembangan manusia itu berlangsung. Beberapa aliran tentang perkembangan manusia dan hasil pendidikan itu adalah:
a. Empirisme, bahwa hasil pendidikan dan perkembangan itu bergantung pada pengalaman-pengalaman yang diperoleh anak didik selama hidupnya, sebagaimana John Locke berpendapat bahwa anak yang di dunia ini sebagai kertas kosong atau sebagai meja berlapis lilin (tabula rasa) yang belum ada tulis­an di atasnya.
b. Nativisme. Ini merupakan teori yang bertolak belakang dengan teori empirisme, bahwa bayi lahir dengan pembawaan baik dan pembawaan yang buruk. Dalam hubungannya dengan pendidikan dan perkembang­an manusia, ia berpendapat bahwa hasil akhir pendidikan dan perkembangan itu ditentukan oleh pembawaan yang sudah diperolehnya sejak lahir.
c. Naturalisme, bahwa semua anak yang baru lahir mempunyai pembawaan yang baik, tidak seorang anak pun lahir dengan pembawaan buruk. Aliran ini bersifat negativisme, di mana pendidik wajib membiarkan pertum­buhan anak didik secara alamiah.
d. Konvergensi, bahwa anak dilahirkan dengan pembawaan baik maupun buruk. Menurutnya, hasil pendidikan itu tergantung dari pemba­waan dan lingkungan, seakan-akan seperti dua garis yang menuju satu titik pertemuan. Teori konvergensi ini berpan­dangan bahwa: (1) pendidikan mungkin diberikan; (2) yang membatasi hasil pendidikan adalah pembawaan dan lingkungan itu sendiri; dan (3) pendidikan diartikan sebagai penolong atau pertolongan yang diberikan pada lingkungan anak didik untuk mengembangkan pembawaan yang baik dan mencegah berkembangnya pembawaan yang buruk.
Dari keempat aliran/teori perkembangan manusia dan teori pendidikan tersebut, pendidikan dapat diartikan sebagai suatu hasil peradaban bangsa yang dikembangkan atas dasar pandang­an hidup bangsa itu sendiri (nilai dan norma masyarakat) yang berfungsi sebagai filsafat pendidikan atau sebagai cita-cita dan tujuan pendidikan (Djumberansyah,1994:16).
Adapun korelasi antara filsafat pendidikan dan sistem pendidikan itu adalah:
1. Bahwa sistem pendidikan atau science of education bertugas merumuskan alat-alat, prasarana, pelaksanaan teknik-teknik dan/atau pola-pola proses pendidikan dan pengajaran dengan makna akan dicapai dan dibina tujuan-tujuan pendidik­an,
2. Isi moral pendidikan atau tujuan intermediate adalah perumusan norma-norma atau nilai spiritual etis yang akan dijadikan sistem nilai pendidikan dan/atau merupakan konsepsi dasar nilai moral pendidikan, yang berlaku di segala jenis dan tingkat pendidikan;
3. Filsafat pendidikan sebagai suatu lapangan studi bertugas merumuskan secara normatif dasar-dasar dan tujuan pendi­dikan, hakikat dan sifat hakikat manusia, hakikat dan segi-segi pendidikan, isi moral pendidikan, dan sistem pendidikan.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa filsafat dalam pendi­dikan merupakan tata pola pikir terhadap permasalahan di bidang pendidikan dan pengajaran yang senantiasa mempu­nyai hubungan dengan cabang-cabang ilmu pendidikan yang lain yang diperlukan oleh pendidik atau guru sebagai pengajar dalam bidang studi tertentu.

2.4.   Landasan Pendidikan Nasional di  Indonesia
Indonesia memiliki sejarah yang panjang dalam perkembangannya, dari mulai zaman kerajaan sampai penjajahan, baik Portugal, Belanda, Inggris maupun Jepang. Hal itu tentu saja mempengaruhi filosofi pendidikan di Indonesia yang terdiri dari beribu-ribu pulau, berbagai macam suku, dan memiliki berbagai macam bahasa ibu (bahasa daerah). Para pendiri republik ini dalam menentukan filsafat pendidikan nasional bertitik tolak dari akar budaya nasional Indonesia dengan refleksi historis bangsa Indonesia.
Di samping akar budaya dan historis bangsa Indonesia, filsafat pendidikan nasional juga memperhatikan kehidupan bangsa-bangsa lain di Indonesia, sehingga pendidikan di Indonesia pun dapat dimengerti, dipahami, dan memiliki kualitas yang sejajar dengan bangsa-bangsa lain.Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat diterima dan dikembangkan di negara-negara lain. Dengan demikian dibutuhkan suatu landasan filsafat pendidikan yang dapat menyelaraskan pendidikan di Indonesia dengan pendidikan di negara-negara lain. Untuk itu nilai-nilai moral yang terkandung dalam pendidikan nasional, yaitu nilai moral Pancasila, dapat diintegrasikan dengan nilai moral yang berlaku universal di seluruh penjuru dunia. Oleh sebab itu Pancasila digunakan sebagai landasan  pendidikan nasional di Indonesia.
Seperti dijelaskan di atas bahwa pendidikan di Indonesia diharapkan mampu diterima dan berkembang sejajar dengan pendidikan di negara-negara lain maka diperlukan sebuah landasan pendidikan yang sesuai dengan harapan tersebut, yaitu landasan filsafat Pancasila. Jalaludin & Abdullah (2011:165) mengatakan “Eksistensi suatu bangsa adalah eksistensi dengan ideologi  atau filsafat hidupnya”. Keberadaan suatu bangsa dapat dikenal oleh negara lain ialah melalui ideologi atau filsafat hidup dalam negara tersebut. Inilah yang menjadi dasar mengapa diberlakukannya filsafat pendidikan pancasila dalam pendidikan nasional kita. Pasal 2 UU RI No.2 Tahun 1989 menetapkan bahwa pendidikan nasional berdasarkan pancasila dan UUD 1945. sedangkan Ketetapan MPR RI No. II/MPR/1978 tentang P4 menegaskan pula bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat indonesia, kepribadian bangsa Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia, dan dasar negara Indonesia.

2.5.Pancasila Sebagai Filsafat Pendidikan Nasional
Perjalanan negara kita telah mengalami berbagai perkembangan sejak merdeka pada 17 Agustus 1945. Demikian juga pendidikan di Indonesia, sistem pendidikan yang yang dialami sekarang merupakan hasil dari perkembangan pendidikan di masa lalu. Pendidikan tidak dapat berdiri sendiri tetapi selalu dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan politik, social, ekonomi, dan budaya.
Perkembangan dan kelangsungan hidup bangsa sangat dipengaruhi oleh pendidikan yang terdapat di bangsa tersebut. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting, untuk itu pendidikan diusahakan dan diselenggarakan oleh pemerintah sebagai suatu sistem pengajaran nasional, sebagaimana tertuang dalam UUD 1945 Pasal 31 ayat 2.
        Menurut Aristoteles, tujuan pendidikan sama dengan tujuan didirikannya suatu negara (Rapar dalam Jalaluddin & Abdullah, 2011: 169). Berdasarkan pendapat tersebut, dapat dikatakan bahwa pendidikan suatu bangsa akan secara otomatis mengikuti ideologi bangsa yang bersangkutan. Demikian juga di Indonesia, sistem pendidikan nasional Indonesia dijiwa, didasari dan mencerminkan indentitas Pancasila. Sementara itu cita dan karsa bangsa Indonesia dituangkan dalam pembukaan UUD 1945 sebagai perwujudan jiwa dan nilai Pancasila. Cita dan karsa itu dilembagakan dalam sistem pendidikan nasional yang bertumpu dan dijiwai oleh suatu keyakinan, dan pandangan hidup Pancasila. Hal inilah yang menjadikan alas an mengapa filsafat pendidikan Pancasila merupakan tuntutan nasional.
            Dengan memperhatikan fungsi pendidikan dalam membangun potensi negara dan bangsa, khususnya dalam melestarikam kebudayaaan dan kepribadian bangsa yang pada akhirnya menentukan eksistensi dan martabat negara dan bangsa maka sistem pendidikan nasioanal dan filsafat Pancasila seyogyanya terbina mantap demi tegaknya martabat dan kepribadian bangsa. Sekaligus pelestarian sistem negara Pancasila berdasarkan UUD 1945. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa filsafat pendidikan Pancasila merupakan aspek rohaniah atau spiritual pendidikan nasional.         

2.6.   Hubungan Pancasila dengan sistem pendidikan ditinjau dari filsafat  pendidikan
Sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 2 UU RI No.2 Tahun 1989 bahwa pendidikan nasional berdasarkan pancasila dan UUD 1945. Hal tersebut sejalan dengan Ketetapan MPR RI No. II/MPR/1978 tentang P4 menegaskan pula bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat indonesia, kepribadian bangsa Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia, dan dasar negara Indonesia. Berdasarkan peraturan perundangan tersebut jelaslah bahwa pancasila adalah Landasan Filosofi Sistem Pendidikan Nasional.
Pendidikan nasional merupakan suatu sistem yang memuat teori praktek pelaksanaan pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh filsafat bangsa yang bersangkutan guna diabdikan kepada bangsa itu untuk merealisasikan cita-cita nasionalnya.
Sedangkan Pendidikan Nasional Indonesia adalah suatu sistem yang mengatur dan menentukan teori dan pratek pelaksanaan pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh filsafat bangsa Indonesia yang diabdikan demi kepentingan bangsa dan negara Indonesia guna memperlancar mencapai cita-cita nasional Indonesia.
Sehingga Filsafat pendidikan nasional Indonesia dapat didefinisikan sebagai suatu sistem yang mengatur dan menentukan teori dan praktek pelaksanaan pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh filsafat hidup bangsa “Pancasila” yang diabdikan demi kepentingan bangsa dan negara Indonesia dalam usaha merealisasikan cita-cita bangsa dan negara Indonesi
Berdasarkan uraian di atas, hubungan fungsi Pancasila dengan sistem pendidikan ditinjau dari filsafat pendidikan dapat dijabarkan bahwa pancasila adalah pandangan hidup bangsa yang menjiwai sila-silanya dalam kehidupan sehari-hari. Agar sila-sila Pancasila tersebut dapat diterapkan maka diperlukan pemikiran yang sungguh-sungguh mengenai bagaimana nilai-nilai Pancasila itu dapat dilaksanakan. Melalui pendidikanlah hal tersebut dapat diterapkan. Sebagai contoh, dalam Pancasila terdapat sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Di dalam pelaksanaan pendidikan, tentunya sila pertama ini akan diajarkan kepada siswa sebagai pelajaran pokok yang mesti diamalkan. Oleh sebab itu, di sekolah-sekolah diberikan Pendidikan kewarganegaran (PKn) yang dulu dikenal dengan Pendidikan Moral pancasila (PMP) yang di dalamnya memuat pembelajaran tentang sila pertama Pancasila yaitu percaya dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa sesuai dengan agama masing-masing. Pada pembelajaran inilah filsafat berfungsi untuk mempertanyakan siapa allah dan bagaimana Allah menjadikan alam semesta ini dan sebagainya. Dari pembelajaran tersebut maka akan tampak dalam lingkungan kelas, sikap saling menghormati walaupun mereka berbeda agama. Oleh karena itu sejak sekolah dasar sampai perguruan tinggi, pelajaran tentang Pancasila masih diberikan, tak lain agar nilai-nilai Pancasila benar-benar diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.



BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut:
Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani. Kata ini berasal dari kata philosophia yang berarti cinta pengetahuan. Terdiri dari kata philos yang berarti cinta, senang dan suka, serta kata sophia berarti pengetahuan, hikmah, dan kebijaksanaan
Secara istilah,  filsafat adalah ilmu pengetahuan komprehensif yang berusaha memahami persoalan-persoalan yang timbul di dalam keselu­ruhan ruang lingkup pengalaman manusia. Dengan demikian, diharapkan agar manusia dapat mengerti dan memiliki pandang­an yang menyeluruh dan sistematis mengenai alam semesta dan tempat manusia di dalamnya.
Proses pendidikan merupakan rangkaian usaha membimbing, mengarahkan potensi hidup manusia yang berupa kemampuan dasar dan kehidupan pribadinya sebagai makhluk individu dan makhluk sosial serta dalam hubungannya dengan alam sekita­mya agar menjadi pribadi yang bertanggung jawab. Sementara itu, Pendidikan diartikan sebagai suatu proses usaha dari manusia dewasa yang telah sadar akan kemanusiaannya dalam membimbing, melatih, mengajar dan menanamkan nilai-nilai dan dasar-dasar pandangan hidup kepada generasi muda, agar nantinya menjadi manusia yang sadar dan bertanggung jawab akan tugas-tugas hidupnya sebagai manusia, sesuai dengan sifat hakiki dan ciri-ciri kemanusiaannya.
Antara filsafat dan pendidikan terdapat suatu hubung­an yang erat sekali dan tak terpisahkan. Filsafat mempunyai peranan yang amat penting dalam sistem pendi­dikan karena filsafat merupakan pemberi arah dan pedoman dasar bagi usaha-usaha perbaikan, meningkatkan kemajuan dan landasan kokoh bagi tegaknya sistem pendidikan.
Filsafat tidak dapat dipisahkan dengan pendidikan, sebab filsafat itu merupakan jiwa bagi pendidikan. Dan untuk merealisasikan pandangan filsafat tentang pendidikan, ada beberapa unsur yang dapat dijadikan tonggak untuk pengembangan pendidikan lebih lanjut, meliputi (1) dasar dan tujuan pendidikan, (2) pendidikan dan peserta didik, (3) kurikulum, dan (4) sistem pendidikan.
Dibutuhkan suatu landasan filsafat pendidikan yang dapat menyelaraskan pendidikan di Indonesia dengan pendidikan di negara-negara lain. Untuk itu nilai-nilai moral yang terkandung dalam pendidikan nasional, yaitu nilai moral Pancasila, dapat diintegrasikan dengan nilai moral yang berlaku universal di seluruh penjuru dunia. Oleh sebab itu Pancasila digunakan sebagai landasan  pendidikan nasional di Indonesia. Filsafat pendidikan Pancasila merupakan aspek rohaniah atau spiritual pendidikan nasional.         
Hubungan fungsi Pancasila dengan sistem pendidikan ditinjau dari filsafat pendidikan dapat dijabarkan bahwa pancasila adalah pandangan hidup bangsa yang menjiwai sila-silanya dalam kehidupan sehari-hari. Agar sila-sila Pancasila tersebut dapat diterapkan maka diperlukan pemikiran yang sungguh-sungguh mengenai bagaimana nilai-nilai Pancasila itu dapat dilaksanakan. Melalui pendidikanlah hal tersebut dapat diterapkan.

















DAFTAR RUJUKAN
Abdulhak,Isak.2010.Filsafat Ilmu Pendidikan:Suatu Pengantar.Bandung:PT. Remaja rosdakarya.

Depdikbud. 1993. Sejarah pendidikan di Indonesia zaman kemerdekaan (1945-1966). Jakarta: CV manggala Bhakti

Jalaluddin & Abdullah Idi.2011. Filsafat Pendidikan:Manusia, Filsafat, dan Pendidikan.Jakarta: PT. Rajawaligrafindo.

Maksum, Ali.2009. Pengantar Filsafat: Dari Masa Klasik Hingga Postmoderenisme. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Sukardjo,M. Ukim Komarudin.2010.Landasan Pendidikan:Konsep dan Aplikasinya. Jakarta:Rajawali Pers.

Syam,Mohammad Noor.1986.Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat PendidikanPancasila.Surabaya:Usaha Nasional