BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Terdapat banyak alasan untuk
mempelajari landasan filsafat bagi pendidikan, khususnya apabila ada pertanyaan
rasional yang seyogyanya tidak dapat dijawab oleh ilmu atau cabang ilmu-ilmu
pendidikan. Pakar dan praktisi pendidikan memandang filsafat yang membahas
konsep dan praktik pendidikan secara komprehensif sebagai bagian yang sangat
penting dalam menentukan keberhasilan pendidikan. Terlebih lagi, di tengah arus
globalisasi dan modernisasi yang melaju sangat pesat, pendidikan harus diberi
inovasi agar dapat berkembang dan memiliki arah tujuan yang jelas. Konstruksi
filosofis diperlukan untuk melandasi teori
dan praktek pendidikan agar tercapai keberhasilan substantif.
Masalah pendidikan dalam kehidupan
manusia merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Hubungan
keduanya ibarat jiwa dan tubuh manusia. Jiwa berpotensi menggerakkan tubuh dan
kehidupan manusia digerakkan oleh pendidikan menuju tujuan hidup yang
didambakan. Tanpa pendidikan, manusia kehilangan ruh penggerak kehidupannya.
Dengan kata lain, hidup dan tujuan hidup dapat diraih jika pendidikan
benar-benar ”hidup”. Untuk menjawab berbagai masalah yang timbul dalam hidup
dan kehidupan manusia yang termasuk di dalamnya adalah pendidikan, maka manusia
membutuhkan filsafat sebagai landasan pendidikan.
Kedudukan filsafat dalam pendidikan
merupakan fondasi yang tidak dapat diganti oleh dasar lainnya dan sebagai
landasan filosofis yang menjiwai seluruh kebijakan dan pelaksanaan pendidikan.
Filsafat merupakan pandangan hidup yang menentukan arah dan tujuan proses
pendidikan, karena itu filsafat dan pendidikan mempunyai hubungan yang sangat
erat. Pendidikan itu pada hakikatnya adalah proses pewarisan nilai-nilai filsafat
yang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kehidupan yang lebih baik
dari keadaan yang sebelumnya.
Filsafat dan pendidikan, keduanya
merupakan semacam usaha yang sama. Berfilsafat ialah mencari nilai-nilai ide
(cita-cita) yang lebih baik, sedangkan pendidikan menyatakan nilai-nilai
tersebut dalam kehidupan pribadi manusia. Pendidikan bertindak mencari arah
yang terbaik, sedangkan filsafat dapat memberi latihan yang pada dasarnya
diberikan kepada anak. Hal ini bertujuan untuk membina manusia dalam membangun
nilai-nilai yang kritis dalam watak mereka. Dengan jalan ini, mereka mempunyai
cita-cita hidup yang tinggi dengan berubahnya filsafat yang tertanam dalam
diri mereka. Dengan demikian, filsafat sebagai landasan pendidikan adalah
landasan mencari kesatuan pandangan untuk memecahkan berbagai problem dalam
lapangan pendidikan.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian diatas, pokok bahasan pada
makalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.2.1. Apakah
pengertian filsafat dan pendidikan?
1.2.2.
Bagaimanakah hubungan filsafat dengan pendidikan?
1.2.3.
Bagaimanakah pandangan filsafat pendidikan terhadap pendidikan?
1.2.4. Apakah landasan Pendidikan Nasional di Indonesia?
1.2.5. Bagaimanakah perwujudan
Pancasila sebagai filsafat pendidikan nasional?
1.2.6. Bagaimanakah hubungan Pancasila dengan sistem pendidikan ditinjau
dari filsafat pendidikan
1.3. Tujuan Penulisan
Berdasarkan fokus permasalahan di atas, maka
tujuan penulisan makalah ini adalah:
1.3.1 Mendeskripsikan pengertian filsafat
dan pendidikan
1.3.2 Mendeskripsikan hubungan filsafat
dengan pendidikan
1.3.3 Mendeskripsikan pandangan
filsafat terhadap pendidikan
1.3.4 Mendeskripsikan landasan Pendidikan Nasional di Indonesia.
1.3.5 Mendeskripsikan perwujudan Pancasila sebagai filsafat
pendidikan nasional
1.3.6 Mendeskripsikan hubungan Pancasila dengan sistem pendidikan
ditinjau dari filsafat pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Filsafat dan Pendidikan
2.1.1. Pengertian Filsafat
Kata filsafat berasal dari bahasa
Yunani. Kata ini berasal dari kata philosophia yang berarti cinta
pengetahuan. Terdiri dari kata philos yang berarti cinta, senang dan
suka, serta kata sophia berarti pengetahuan, hikmah, dan kebijaksanaan
(Maksum,1986:7). Hasan Shadily (1984:9) mengatakan bahwa filsafat menurut asal
katanya adalah cinta akan kebenaran. Dengan demikian, dapat ditarik
pengertian bahwa filsafat adalah cinta pada ilmu pengetahuan atau kebenaran,
suka kepada hikmah dan kebijaksanaan. Jadi, orang yang berfilsafat adalah
orang yang mencintai kebenaran, berilmu pengetahuan, ahli hikmah dan bijaksana.
Dalam pengertian yang lebih luas,
Harold Titus (dalam Jalaluddin & Abdullah, 2011: 1) mengemukakan pengertian filsafat sebagai
berikut:
1. Filsafat adalah
sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya
diterima secara kritis.
2. Filsafat ialah suatu
proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang sangat kita
junjung tinggi.
3. Filsafat adalah usaha
untuk mendapatkan gambaran keseluruhan.
4. Filsafat ialah
analisis logis dari bahasan dan penjelasan tentang arti konsep.
5. Filsafat ialah sekumpulan problema-problema
yang langsung mendapat perhatian manusia dan dicarikan jawabannya oleh ahli
filsafat
Filsafat adalah pandangan yang menyeluruh dan sistematis.
Menyeluruh, karena filsafat bukan hanya pengetahuan, melainkan juga suatu
pandangan yang dapat menembus sampai di balik pengetahuan itu sendiri. Dengan
pandangan yang lebih terbuka ini, hubungan dan pertalian antara semua unsur
yang mengarahkan perhatian dan kedalaman mengenai kebajikan dimungkinkan untuk
dapat ditemukan. Sistematis, karena filsafat menggunakan berpikir secara sadar,
teliti, dan terarur sesuai dengan hukum-hukum yang ada (Imam
Barnadib,1994:11-12). Pemikiran yang ingin dicapai oleh filsafat ialah kebenaran
yang bersifat hakiki, hingga nilai kebenaran tersebut dapat dijadikan pandangan
hidup manusia.
Muhammad Noor Syam (1986:20)
menjelaskan, filsafat adalah suatu lapangan pemikiran dan penyelidikan manusia
yang amat luas (komprehensif). Filsafat menjangkau semua persoalan dalam daya
kemampuan pikiran manusia dengan mencoba mengerti, menganalisis, rnenilai, dan
menyimpulkan semua persoalan-persoalan secara mendalam. Meskipun
kesimpulan-kesimpulan filsafat bersirat hakiki, tetap saja ia masih relatif
dan subjektif. Kedua sifat terakhir ini merupakan sifat-sifat alamiah (kodrati)
pada subjek -yang melakukan aktivitas filsafat itu sendiri, yaitu
manusia. Manusia dalam proses perkembangan baik jasmani dan ruhani cenderung
memiliki watak subjektivitas, karena itu kesimpulan-kesimpulan yang dilahirkan
pun subjektif. Dengan demikian, kebenaran filsafat adalah kebenaran yang
relatif. Artinya, kebenaran itu sendiri selalu mengalami perkembangan sesuai
dengan perubahan zaman dan peradaban manusia. Bagaimanapun, penilaian tentang suatu
kebenaran yang dianggap benar itu masih tergantung pada ruang dan waktu. Apa
yang dianggap benar oleh masyarakat atau bangsa lain, belum tentu akan dinilai
sebagai suatu kebenaran oleh masyarakat atau bangsa lain. Sebaliknya, sesuatu
yang dianggap benar oleh suatu masyarakat atau bangsa dalam suatu zaman, akan
berbeda pada zaman berikutnya.
Dari uraian di atas dapat diambil
suatu pengertian bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan komprehensif yang
berusaha memahami persoalan-persoalan yang timbul di dalam keseluruhan ruang
lingkup pengalaman manusia. Dengan demikian, diharapkan agar manusia dapat
mengerti dan memiliki pandangan yang menyeluruh dan sistematis mengenai alam
semesta dan tempat manusia di dalamnya.
2.1.2. Pengertian Pendidikan
Hampir setiap orang pernah mengalami
pendidikan, tetapi tidak setiap orang mengerti makna kata pendidikan. Menurut
Purwanto (dalam Sukardjo, M, 2010:7) untuk memahami pendidikan ada dua istilah
yang dapat mengarahkan pada pemahaman hakikat pendidikan, yakni kata paedagogoie dan paedagogiek. Paedagogie
bermakna pendidikan, sedangakan paedagogiek
berarti ilmu pendidikan. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan apabila pedagogik
(pedagogics) atau ilmu mendidik adalah ilmu atau teori yang sistematis tentang
pendidikan yang sebenarnya bagi anak atau untuk anak sampai ia mencapai kedewasaan,
pendapat Rasyidin (dalam Sukarjo,M, 2010:7)
Pendidikan merupakan bimbingan
secara sadar dari pendidik terhadap perkembangan jasmani dan ruhani anak-didik
menuju terbentuknya manusia yang memiliki kepribadian yang utama dan ideal.
Yang dimaksud kepribadian yang utama atau ideal adalah kepribadian yang
memiliki kesadaran moral dan sikap mental secara teguh dan sungguh-sungguh
memegang dan melaksanakan ajaran atau prinsip-prinsip nilai (filsafat) yang
menjadi pandangan hidup secara individu, masyarakat maupun filsafat bangsa dan
negara.
Proses pendidikan adalah proses
perkembangan yang bertujuan. Dan tujuan dari proses perkembangan itu secara
alamiah ialah kedewasaan, kematangan dari kepribadian manusia. Dengan
demikian, jelaslah bahwa pengertian pendidikan itu erat kaitannya dengan
masalah yang dihadapi dalam kehidupan manusia. Pendidikan diartikan sebagai
suatu proses usaha dari manusia dewasa yang telah sadar akan kemanusiaannya
dalam membimbing, melatih, mengajar dan menanamkan nilai-nilai dan dasar-dasar
pandangan hidup kepada generasi muda, agar nantinya menjadi manusia yang sadar
dan bertanggung jawab akan tugas-tugas hidupnya sebagai manusia, sesuai dengan
sifat hakiki dan ciri-ciri kemanusiaannya. Dengan kata lain, proses pendidikan
merupakan rangkaian usaha membimbing, mengarahkan potensi hidup manusia yang
berupa kemampuan dasar dan kehidupan pribadinya sebagai makhluk individu dan
makhluk sosial serta dalam hubungannya dengan alam sekitamya agar menjadi
pribadi yang bertanggung jawab.
2.2. Hubungan Filsafat dengan Pendidikan
Filsafat, jika dilihat dari
fungsinya secara praktis, adalah sebagai sarana bagi manusia untuk dapat
memecahkan berbagai problematika kehidupan yang dihadapinya, termasuk dalam
problematika di bidang pendidikan. Oleh karena itu, apabila dihubungkan dengan
persoalan pendidikan secara luas, dapat disimpulkan bahwa filsafat merupakan
arah dan pedoman atau pijakan dasar bagi tercapainya pelaksanaan dan tujuan pendidikan.
Jadi, filsafat pendidikan adalah ilmu yang pada hakikatnya merupakan jawaban
dari pertanyaan-pertanyaan dalam bidang pendidikan yang merupakan penerapan
analisis filosofis dalam lapangan pendidikan.
Keberadaan filsafat dalam ilmu
pendidikan, bukan merupakan insidental. Artinya, filsafat itu merupakan teori
umum dari pendidikan, landasan dari semua pemikiran mengenai pendidikan.
Filsafat mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan menyelidiki aspek-aspek realita
dan pengalaman yang banyak didapatkan dalam bidang pendidikan. Dengan melihat
tugas dan fungsinya, maka pendidikan harus dapat menyerap, mengolah,
menganalis, dan menjabarkan aspirasi dan idealitas masyarakat itu dalam jiwa
generasi penerusnya. Untuk itu, pendidikan diharapkan bisa menggali dan
memahami melalui pemikiran filosofis secara menyeluruh. Oleh karena itu,
filsafat merupakan teori umum, sebagai landasan dari semua pemikiran umum
mengenai pendidikan.
Hubungan antara filsafat dan
filsafat pendidikan menjadi sangat penting sekali, sebab ia menjadi dasar,
arah, dan pedoman suatu sistem pendidikan. Filsafat pendidikan adalah aktivitas
pemikiran teratur yang menjadikan filsafat sebagai medianya untuk menyusun
proses pendidikan, menyelaraskan, mengharmoniskan dan menerangkan nilai-nilai
dan tujuan yang ingin dicapai. Jadi, terdapat kesatuan yang utuh antara
filsafat, filsafat pendidikan, dan pengalaman manusia.
Kilpatrik (dalam Muhammad Noor
Syam,1986:43) mengatakan, berfilsafat dan mendidik adalah dua fase dalam satu
usaha; berfilsafat ialah memikirkan dan mempertimbangkan nilai-nilai dan
cita-cita yang lebih baik, sedangkan mendidik ialah usaha merealisasikan
nilai-nilai dan cita-cita itu dalam kehidupan, dalam kepribadian manusia.
Mendidik ialah mewujudkan nilai-nilai yang dapat disumbangkan filsafat,
dimulai dengan generasi muda, untuk membimbing rakyat, membina nilai-nilai dan
kepribadian mereka, demi menemukan cita-cita tertinggi suatu filsafat dan
melembagakannya dalam kehidupan mereka.
Tujuan pendidikan adalah tujuan
filsafat, yaitu untuk membimbing kearah kebijaksanaan. Oleh karena itu, dapat
dikatakan bahwa pendidikan adalah realisasi dari ide-ide filsafat. Filsafat
memberi asas kepastian bagi peranan pendidikan sebagai wadah pembinaan manusia
yang telah melahirkan ilmu pendidikan, lembaga pendidikan dan aktivitas
pendidikan. Jadi, filsafat pendidikan merupakan jiwa dan pedoman dasar
pendidikan.
Dari uraian di atas, diperoleh
hubungan fungsional antara filsafat dan teori pendidikan berikut:
1. Filsafat, dalam arti filosofis,
merupakan satu cara pendekatan yang dipakai dalam memecahkan problematika
pendidikan menyusun teori-teori pendidikan oleh para ahli.
2. Filsafat, berfungsi memberi arah
bagi teori pendidikan yang telah ada menurut
aliran filsafat tertentu yang memiliki relevansi dengan kehidupan yang
nyata.
3. Filsafat, dalam hat ini filsafat
pendidikan, mempunyai fungsi untuk memberikan
petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori pendidikan menjadi ilmu
pendidikan (pedagogik).
Dengan demikian dapat ditarik
kesimpulan bahwa antara filsafat pendidikan dan pendidikan terdapat suatu
hubungan yang erat sekali dan tak terpisahkan. Filsafat pendidikan mempunyai
peranan yang amat penting dalam sistem pendidikan karena filsafat merupakan
pemberi arah dan pedoman dasar bagi usaha-usaha perbaikan, meningkatkan
kemajuan dan landasan kokoh bagi tegaknya sistem pendidikan.
Sedangkan beberapa aliran filsafat yang kita kenal sampai
saat ini adalah Idealisme, Realisme, Perenialisme, Esensialisme, Pragmatisme
dan Progresivisme dan Ekstensialisme
1.
Esensialisme
Esensialisme adalah mashab
pendidikan yang mengutamakan pelajaran teoretik (liberal arts) atau bahan ajar
esensial.
2.
Perenialisme
Perensialisme adalah aliran
pendidikan yang megutamakan bahan ajaran konstan (perenial) yakni kebenaran,
keindahan, cinta kepada kebaikan universal.
3.
Pragmatisme dan Progresifme
Prakmatisme adalah aliran filsafat
yang memandang segala sesuatu dari nilai kegunaan praktis, di bidang
pendidikan, aliran ini melahirkan progresivisme yang menentang pendidikan
tradisional.
4.
Rekonstruksionisme
Rekonstruksionisme adalah mazhab
filsafat pendidikan yang menempatkan sekolah/lembaga pendidikan sebagai pelopor
perubahan masyarakat.
2.3. Pandangan Filsafat terhadap Pendidikan
Filsafat sebagai ilmu untuk memahami
semua hal yang timbul dalam hidup manusia, maka diharapkan manusia dapat
mengerti dan mempunyai pandangan menyeluruh dan sistematis mengenai filsafat
bahwa manusia merupakan satu kesatuan dari dunia. Oleh karena itu, filsafat
sering juga disamakan dengan pandangan dunia.
Pandangan dunia adalah suatu konsep
yang menyeluruh tentang alam semesta, manusia masyarakat umum, nilai dan norma
yang mengatur sikap dan perbuatan manusia dalam hubungan dengan dirinya
sendiri, sesama manusia, masyarakat dan alam sekitarnya serta dengan
penciptanya. Karena manusia merupakan bagian dari dunia, maka ia akan berusaha
untuk lebih memperbaiki dirinya sendiri sehingga dengan perubahan itu manusia
menjadi mantap dan stabil dalam kehidupannya.
Filsafat menjadikan manusia
berkembang dan mempunyai pandangan hidup yang menyeluruh dan sistematis.
Pandangan itu kemudian dituangkan dalam sistem pendidikan, untuk mengarahkan
rujuan pendidikan. Penuangan pemikiran ini dimuatkan dalam bentuk kurikulum.
Dengan kurikulum, sistem pengajaran dapat terarah, selain dapat mempermudah
para pendidik dalam menyusun pengajaran yang akan diberikan kepada peserta
didik.
Filsafat tidak dapat dipisahkan
dengan pendidikan, sebab filsafat itu merupakan jiwa bagi pendidikan. Dan untuk
merealisasikan pandangan filsafat tentang pendidikan, ada beberapa unsur yang
dapat dijadikan tonggak untuk pengembangan pendidikan lebih lanjut, meliputi
(1) dasar dan tujuan pendidikan, (2) pendidikan dan peserta didik, (3)
kurikulum, dan (4) sistem pendidikan.
1. Dasar dan tujuan
Dasar pendidikan merupakan suatu
asas untuk mengembangkan bidang pendidikan dan pembinaan kepribadian, karena
pendidikan memerlukan landasan kerja untuk memberi arah bagi programnya. Di
samping itu, asas tersebut juga bisa berfungsi sebagai sumber peraturan yang
akan digunakan sebagai pegangan hidup dan pegangan langkah pelaksanaan.
Secara umum, tujuan pendidikan dapat
dikatakan dapat membawa anak ke arah tingkat kedewasaan. Artinya, membawa anak
didik agar dapat mandiri dalam hidupnya di tengah-tengah masyarakat. Disamping
itu, tujuan pendidikan juga dapat memengaruhi strategi pemilihan teknik
penyajian pendidikan yang dipergunakan untuk memberikan pengalaman belajar
kepada anak didik dalam mencapai tujuan pendidikan yang sudah dirumuskan.
Sedangkan tujuan pendidikan yang lain adalah perubahan yang diusahakan untuk
mencapaitujuan pendidikan pada tingkah laku individu maupun pada kehidupan
pribadi, baik kehidupan bermasyarakat, dan kehidupan sosial di tengah-tengah
masyarakat.
Jadi, dasar dan tujuan pendidikan
adalah suatu aktivitas untuk mengembangkan bidang pendidikan menuju terbinanya
kepribadian yang tinggi sesuai dengan dasar persiapan pendidikan. Setiap
perbuatan pendidikan ini merupakan bagian dari suatu proses menuju suatu tujuan
yang telah diharapkan dan ditentukan oleh masyarakat.
2. Pendidik dan peserta didik
Pendidik adalah individu yang mampu
melaksanakan tindakan mendidik dalam satu situasi pendidikan untuk mencapai
tujuan pendidikan (Yusuf,1982:53). Individu yang mampu itu adalah orang dewasa
yang bertanggung jawab, sehat jasmani dan ruhani, mampu berdiri sendiri dan
mampu menanggung risiko dari segala perbuatannya.
Kesediaan dan kerelaan untuk
menerima tanggung jawab itulah yang pertama dan utarna dituntut dari seorang
pendidik. Tanpa pendidik, tujuan pendidikan manapun yang telah dirumuskan tidak
akan dicapai oleh anak didik.
Peserta didik adalah anak yang
sedang tumbuh dan berkembang, baik ditinjau dari segi fisik maupun dari segi
perkembarigan mental. Setiap kegiatan pendidikan sudah pasti memerlukan unmu
anak didik sebagai sasaran dari kegiatan tersebut. Yang dimaksud anak didik di
sini adalah anak yang belum dewasa yang memerlukan bimbingan dan pertolongan
dari orang lain yang sudah dewasa dalam melaksanakan tugasnya sebagai makhluk
Tuhan, sebagai warga negara, sebagai anggota masyarakat, dan sebagai individu.
3. Kurikulum
Kurikulum
merupakan faktor yang sangat penting dalam proses pendidikan dalam suatu lembaga
kependidikan. Segala hal yang harus diketahui, diresapi dan dihayati oleh anak
didik haruslah ditetapkan dalam kurikulum. Dan, segala hal yang harus diajarkan oleh
pendidik pada anak didiknya pun haruslah dijabarkan dalam kurikulum. Kurikulum
tersebut menggambarkan secara jelas bagaimana dan apa saja yang harus dilakukan
pendidik dan anak didik dalam proses belajar mengajar. Jadi, kurikulum itu
menggambarkan kegiatan belajar mengajar dalam suatu lembaga pendidikan.
Hubungan antara tujuan pendidikan
dan kurikulum adalah hubungan antara tujuan dan isi pendidikan. Sebagai isi dan
jalan untuk mencapai tujuan pendidikan, maka kurikulum menyangkut
masalah-masalah nilai, ilmu, teori, skill, praktik, pembinaan mental, dan
sebagainya. Ini berarti, bahwa kurikulum itu harus mengandung isi pengalaman
yang kaya demi realisasi tujuan. Dengan kata lain, kurikulum harus kaya dengan
pengalamanpengalaman yang bersifat membina kepribadian. Jadi, hubungan
kurikulum dengan pandangan filsafat terutama tampak pada bentuk-bentuk
kurikulum yang dilaksanakan. Satu asas filosofi itu menjadi latar belakang
pendidikan itu berupa nilai demokrasi misalnya, maka prinsip kebebasan, prinsip
berpikir, dan individualistis akan selalu diutamakan.
4. Sistem pendidikan
Pendidikan merupakan usaha yang
sengaja dan terencana untuk membantu perkembangan potensi dan kemampuan anak
agar bermanfaat bagi kepentingan hidupnya sebagai seorang individu dan sebagai
warga negara/masyarakat, dengan memilih materi, strategi kegiatan, dan teknik
penilaian yang sesuai.
Dalam sejarah pendidikan dapat
dijumpai berbagai pandangan atau teori mengenai bagaimana perkembangan manusia
itu berlangsung. Beberapa aliran tentang perkembangan manusia dan hasil
pendidikan itu adalah:
a. Empirisme, bahwa hasil pendidikan dan perkembangan
itu bergantung pada pengalaman-pengalaman yang diperoleh anak didik selama
hidupnya, sebagaimana John Locke berpendapat bahwa anak yang di dunia ini
sebagai kertas kosong atau sebagai meja berlapis lilin (tabula rasa)
yang belum ada tulisan di atasnya.
b. Nativisme. Ini merupakan teori yang bertolak belakang dengan teori empirisme,
bahwa bayi lahir dengan pembawaan baik dan pembawaan yang buruk. Dalam
hubungannya dengan pendidikan dan perkembangan manusia, ia berpendapat bahwa
hasil akhir pendidikan dan perkembangan itu ditentukan oleh pembawaan yang
sudah diperolehnya sejak lahir.
c. Naturalisme, bahwa semua anak yang baru lahir mempunyai pembawaan yang
baik, tidak seorang anak pun lahir dengan pembawaan buruk. Aliran ini bersifat negativisme,
di mana pendidik wajib membiarkan pertumbuhan anak didik secara alamiah.
d. Konvergensi, bahwa anak dilahirkan dengan pembawaan baik maupun buruk.
Menurutnya, hasil pendidikan itu tergantung dari pembawaan dan lingkungan,
seakan-akan seperti dua garis yang menuju satu titik pertemuan. Teori konvergensi
ini berpandangan bahwa: (1) pendidikan mungkin diberikan; (2) yang membatasi
hasil pendidikan adalah pembawaan dan lingkungan itu sendiri; dan (3)
pendidikan diartikan sebagai penolong atau pertolongan yang diberikan pada
lingkungan anak didik untuk mengembangkan pembawaan yang baik dan mencegah
berkembangnya pembawaan yang buruk.
Dari keempat aliran/teori
perkembangan manusia dan teori pendidikan tersebut, pendidikan dapat diartikan
sebagai suatu hasil peradaban bangsa yang dikembangkan atas dasar pandangan
hidup bangsa itu sendiri (nilai dan norma masyarakat) yang berfungsi sebagai
filsafat pendidikan atau sebagai cita-cita dan tujuan pendidikan
(Djumberansyah,1994:16).
Adapun korelasi antara filsafat pendidikan dan sistem
pendidikan itu adalah:
1. Bahwa sistem pendidikan atau science
of education bertugas merumuskan alat-alat, prasarana, pelaksanaan
teknik-teknik dan/atau pola-pola proses pendidikan dan pengajaran dengan
makna akan dicapai dan dibina tujuan-tujuan pendidikan,
2. Isi moral pendidikan atau tujuan
intermediate adalah perumusan norma-norma atau nilai spiritual etis yang akan
dijadikan sistem nilai pendidikan dan/atau merupakan konsepsi dasar nilai moral
pendidikan, yang berlaku di segala jenis dan tingkat pendidikan;
3. Filsafat pendidikan sebagai suatu
lapangan studi bertugas merumuskan secara normatif dasar-dasar dan tujuan pendidikan,
hakikat dan sifat hakikat manusia, hakikat dan segi-segi pendidikan, isi moral
pendidikan, dan sistem pendidikan.
Dengan demikian, dapat dipahami
bahwa filsafat dalam pendidikan merupakan tata pola pikir terhadap
permasalahan di bidang pendidikan dan pengajaran yang senantiasa mempunyai
hubungan dengan cabang-cabang ilmu pendidikan yang lain yang diperlukan oleh
pendidik atau guru sebagai pengajar dalam bidang studi tertentu.
2.4. Landasan
Pendidikan Nasional di Indonesia
Indonesia memiliki sejarah yang
panjang dalam perkembangannya, dari mulai zaman kerajaan sampai penjajahan,
baik Portugal, Belanda, Inggris maupun Jepang. Hal itu tentu saja mempengaruhi
filosofi pendidikan di Indonesia yang terdiri dari beribu-ribu pulau, berbagai
macam suku, dan memiliki berbagai macam bahasa ibu (bahasa daerah). Para
pendiri republik ini dalam menentukan filsafat pendidikan nasional bertitik
tolak dari akar budaya nasional Indonesia dengan refleksi historis bangsa
Indonesia.
Di samping akar budaya dan historis
bangsa Indonesia, filsafat pendidikan nasional juga memperhatikan kehidupan
bangsa-bangsa lain di Indonesia, sehingga pendidikan di Indonesia pun dapat
dimengerti, dipahami, dan memiliki kualitas yang sejajar dengan bangsa-bangsa
lain.Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat diterima dan dikembangkan di
negara-negara lain. Dengan demikian dibutuhkan suatu landasan filsafat
pendidikan yang dapat menyelaraskan pendidikan di Indonesia dengan pendidikan
di negara-negara lain. Untuk itu nilai-nilai moral yang terkandung dalam
pendidikan nasional, yaitu nilai moral Pancasila, dapat diintegrasikan dengan
nilai moral yang berlaku universal di seluruh penjuru dunia. Oleh sebab itu
Pancasila digunakan sebagai landasan
pendidikan nasional di Indonesia.
Seperti dijelaskan di atas bahwa pendidikan di Indonesia
diharapkan mampu diterima dan berkembang sejajar dengan pendidikan di
negara-negara lain maka diperlukan sebuah landasan pendidikan yang sesuai
dengan harapan tersebut, yaitu landasan filsafat Pancasila. Jalaludin &
Abdullah (2011:165) mengatakan “Eksistensi suatu bangsa adalah eksistensi
dengan ideologi atau filsafat hidupnya”.
Keberadaan suatu bangsa dapat dikenal oleh negara lain ialah melalui ideologi
atau filsafat hidup dalam negara tersebut. Inilah yang menjadi dasar mengapa
diberlakukannya filsafat pendidikan pancasila dalam pendidikan nasional kita.
Pasal 2 UU RI No.2 Tahun 1989 menetapkan bahwa pendidikan nasional berdasarkan
pancasila dan UUD 1945. sedangkan Ketetapan MPR RI No. II/MPR/1978 tentang P4
menegaskan pula bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat indonesia,
kepribadian bangsa Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia, dan dasar
negara Indonesia.
2.5.Pancasila Sebagai Filsafat
Pendidikan Nasional
Perjalanan negara kita telah
mengalami berbagai perkembangan sejak merdeka pada 17 Agustus 1945. Demikian
juga pendidikan di Indonesia, sistem pendidikan yang yang dialami sekarang
merupakan hasil dari perkembangan pendidikan di masa lalu. Pendidikan tidak
dapat berdiri sendiri tetapi selalu dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan politik,
social, ekonomi, dan budaya.
Perkembangan dan kelangsungan hidup
bangsa sangat dipengaruhi oleh pendidikan yang terdapat di bangsa tersebut.
Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting, untuk itu pendidikan
diusahakan dan diselenggarakan oleh pemerintah sebagai suatu sistem pengajaran
nasional, sebagaimana tertuang dalam UUD 1945 Pasal 31 ayat 2.
Menurut
Aristoteles, tujuan pendidikan sama dengan tujuan didirikannya suatu negara
(Rapar dalam Jalaluddin & Abdullah, 2011: 169). Berdasarkan pendapat
tersebut, dapat dikatakan bahwa pendidikan suatu bangsa akan secara otomatis
mengikuti ideologi bangsa yang bersangkutan. Demikian juga di Indonesia, sistem
pendidikan nasional Indonesia dijiwa, didasari dan mencerminkan indentitas
Pancasila. Sementara itu cita dan karsa bangsa Indonesia dituangkan dalam
pembukaan UUD 1945 sebagai perwujudan jiwa dan nilai Pancasila. Cita dan karsa
itu dilembagakan dalam sistem pendidikan nasional yang bertumpu dan dijiwai
oleh suatu keyakinan, dan pandangan hidup Pancasila. Hal inilah yang menjadikan
alas an mengapa filsafat pendidikan Pancasila merupakan tuntutan nasional.
Dengan
memperhatikan fungsi pendidikan dalam membangun potensi negara dan bangsa,
khususnya dalam melestarikam kebudayaaan dan kepribadian bangsa yang pada
akhirnya menentukan eksistensi dan martabat negara dan bangsa maka sistem
pendidikan nasioanal dan filsafat Pancasila seyogyanya terbina mantap demi
tegaknya martabat dan kepribadian bangsa. Sekaligus pelestarian sistem negara
Pancasila berdasarkan UUD 1945. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa
filsafat pendidikan Pancasila merupakan aspek rohaniah atau spiritual
pendidikan nasional.
2.6.
Hubungan Pancasila dengan sistem
pendidikan ditinjau dari filsafat pendidikan
Sebagaimana yang tercantum dalam
Pasal 2 UU RI No.2 Tahun 1989 bahwa pendidikan nasional berdasarkan pancasila
dan UUD 1945. Hal tersebut sejalan dengan Ketetapan MPR RI No. II/MPR/1978
tentang P4 menegaskan pula bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat
indonesia, kepribadian bangsa Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia, dan
dasar negara Indonesia. Berdasarkan peraturan perundangan tersebut jelaslah
bahwa pancasila adalah Landasan Filosofi Sistem Pendidikan Nasional.
Pendidikan nasional merupakan suatu
sistem yang memuat teori praktek pelaksanaan pendidikan yang berdiri di atas
landasan dan dijiwai oleh filsafat bangsa yang bersangkutan guna diabdikan
kepada bangsa itu untuk merealisasikan cita-cita nasionalnya.
Sedangkan Pendidikan Nasional
Indonesia adalah suatu sistem yang mengatur dan menentukan teori dan pratek
pelaksanaan pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh filsafat
bangsa Indonesia yang diabdikan demi kepentingan bangsa dan negara Indonesia
guna memperlancar mencapai cita-cita nasional Indonesia.
Sehingga Filsafat pendidikan
nasional Indonesia dapat didefinisikan sebagai suatu sistem yang mengatur dan
menentukan teori dan praktek pelaksanaan pendidikan yang berdiri di atas
landasan dan dijiwai oleh filsafat hidup bangsa “Pancasila” yang diabdikan demi
kepentingan bangsa dan negara Indonesia dalam usaha merealisasikan cita-cita
bangsa dan negara Indonesi
Berdasarkan uraian di atas, hubungan
fungsi Pancasila dengan sistem pendidikan ditinjau dari filsafat pendidikan
dapat dijabarkan bahwa pancasila adalah pandangan hidup bangsa yang menjiwai
sila-silanya dalam kehidupan sehari-hari. Agar sila-sila Pancasila tersebut
dapat diterapkan maka diperlukan pemikiran yang sungguh-sungguh mengenai
bagaimana nilai-nilai Pancasila itu dapat dilaksanakan. Melalui pendidikanlah
hal tersebut dapat diterapkan. Sebagai contoh, dalam Pancasila terdapat sila
Ketuhanan Yang Maha Esa. Di dalam pelaksanaan pendidikan, tentunya sila pertama
ini akan diajarkan kepada siswa sebagai pelajaran pokok yang mesti diamalkan.
Oleh sebab itu, di sekolah-sekolah diberikan Pendidikan kewarganegaran (PKn)
yang dulu dikenal dengan Pendidikan Moral pancasila (PMP) yang di dalamnya memuat
pembelajaran tentang sila pertama Pancasila yaitu percaya dan takwa kepada
Tuhan yang Maha Esa sesuai dengan agama masing-masing. Pada pembelajaran inilah
filsafat berfungsi untuk mempertanyakan siapa allah dan bagaimana Allah
menjadikan alam semesta ini dan sebagainya. Dari pembelajaran tersebut maka
akan tampak dalam lingkungan kelas, sikap saling menghormati walaupun mereka
berbeda agama. Oleh karena itu sejak sekolah dasar sampai perguruan tinggi,
pelajaran tentang Pancasila masih diberikan, tak lain agar nilai-nilai
Pancasila benar-benar diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas,
dapat disimpulkan sebagai berikut:
Kata filsafat berasal dari bahasa
Yunani. Kata ini berasal dari kata philosophia yang berarti cinta
pengetahuan. Terdiri dari kata philos yang berarti cinta, senang dan
suka, serta kata sophia berarti pengetahuan, hikmah, dan kebijaksanaan
Secara istilah, filsafat
adalah ilmu pengetahuan komprehensif yang berusaha memahami persoalan-persoalan
yang timbul di dalam keseluruhan ruang lingkup pengalaman manusia. Dengan
demikian, diharapkan agar manusia dapat mengerti dan memiliki pandangan yang
menyeluruh dan sistematis mengenai alam semesta dan tempat manusia di dalamnya.
Proses pendidikan merupakan
rangkaian usaha membimbing, mengarahkan potensi hidup manusia yang berupa
kemampuan dasar dan kehidupan pribadinya sebagai makhluk individu dan makhluk
sosial serta dalam hubungannya dengan alam sekitamya agar menjadi pribadi yang
bertanggung jawab. Sementara itu, Pendidikan diartikan sebagai suatu proses
usaha dari manusia dewasa yang telah sadar akan kemanusiaannya dalam
membimbing, melatih, mengajar dan menanamkan nilai-nilai dan dasar-dasar
pandangan hidup kepada generasi muda, agar nantinya menjadi manusia yang sadar
dan bertanggung jawab akan tugas-tugas hidupnya sebagai manusia, sesuai dengan
sifat hakiki dan ciri-ciri kemanusiaannya.
Antara filsafat dan pendidikan
terdapat suatu hubungan yang erat sekali dan tak terpisahkan. Filsafat mempunyai
peranan yang amat penting dalam sistem pendidikan karena filsafat merupakan
pemberi arah dan pedoman dasar bagi usaha-usaha perbaikan, meningkatkan
kemajuan dan landasan kokoh bagi tegaknya sistem pendidikan.
Filsafat tidak dapat dipisahkan
dengan pendidikan, sebab filsafat itu merupakan jiwa bagi pendidikan. Dan untuk
merealisasikan pandangan filsafat tentang pendidikan, ada beberapa unsur yang
dapat dijadikan tonggak untuk pengembangan pendidikan lebih lanjut, meliputi
(1) dasar dan tujuan pendidikan, (2) pendidikan dan peserta didik, (3)
kurikulum, dan (4) sistem pendidikan.
Dibutuhkan suatu landasan filsafat
pendidikan yang dapat menyelaraskan pendidikan di Indonesia dengan pendidikan
di negara-negara lain. Untuk itu nilai-nilai moral yang terkandung dalam
pendidikan nasional, yaitu nilai moral Pancasila, dapat diintegrasikan dengan
nilai moral yang berlaku universal di seluruh penjuru dunia. Oleh sebab itu
Pancasila digunakan sebagai landasan
pendidikan nasional di Indonesia. Filsafat pendidikan Pancasila
merupakan aspek rohaniah atau spiritual pendidikan nasional.
Hubungan fungsi Pancasila dengan
sistem pendidikan ditinjau dari filsafat pendidikan dapat dijabarkan bahwa
pancasila adalah pandangan hidup bangsa yang menjiwai sila-silanya dalam kehidupan
sehari-hari. Agar sila-sila Pancasila tersebut dapat diterapkan maka diperlukan
pemikiran yang sungguh-sungguh mengenai bagaimana nilai-nilai Pancasila itu
dapat dilaksanakan. Melalui pendidikanlah hal tersebut dapat diterapkan.
DAFTAR RUJUKAN
Abdulhak,Isak.2010.Filsafat Ilmu Pendidikan:Suatu Pengantar.Bandung:PT.
Remaja rosdakarya.
Depdikbud. 1993. Sejarah pendidikan di Indonesia zaman kemerdekaan (1945-1966).
Jakarta: CV manggala Bhakti
Jalaluddin & Abdullah Idi.2011. Filsafat Pendidikan:Manusia, Filsafat, dan Pendidikan.Jakarta:
PT. Rajawaligrafindo.
Maksum, Ali.2009. Pengantar
Filsafat: Dari Masa Klasik Hingga Postmoderenisme. Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media.
Sukardjo,M. Ukim Komarudin.2010.Landasan Pendidikan:Konsep dan Aplikasinya.
Jakarta:Rajawali Pers.
Syam,Mohammad Noor.1986.Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat
PendidikanPancasila.Surabaya:Usaha Nasional
Tidak ada komentar:
Posting Komentar